Langkah Awal Memulai Bisnis
AR Junaedi
Pengelola bisnis ritel busana dan transportasi
internasional, tinggal di Jakarta.
Suatu ketika, Ria, seorang mahasiswi tingkat akhir
dan sebentar lagi lulus di salah satu universitas ibokota, berkonsultasi kepada
saya melalui blog pribadi saya. “Bapak, saya sangat termotivasi dan ingin
membuka usaha. Karena menurut saya, bidang ini adalah yang terbaik daripada
saya susah2 mencari kerja. Dari dulu, saya punya mimpi suatu saat saya ingin
menciptakan lapangan kerja untuk orang-orang di sekitar saya. Dan jawabannya
saya temukan, yaitu dengan merintis usaha. Tapi, saya saat ini masih belum
percaya diri dan punya cukup keberanian untuk memulainya. Mengingat saya juga
masih akan memulai terjun di dunia kerja.”
Senang sekali mendengar mengakuan tulus seorang
mahasiswa yang ingin memulai usaha sendiri, di kala banyak teman-temannya
justru berebut ingin menjadi karyawan. Walau memang, tak ada yang salah dengan
karyawan, tapi saat ini Indonesia justru sedang butuh lahirnya banyak
entrepreneur untuk menguatkan kemandirian bangsa ini.
Untuk menjawab pertanyaan Ria di atas, hal apa yang
harus dipersiapkan untuk merintis usaha? Jawaban simpel: Mulai saja! Ya, mulai
saja. Biasanya, kalau kita memikirkan persiapan, akan semakin lama kita akan
dapat memulai sesuatu. Bukankah kita memang paling ahli untuk menunda dengan
beribu alasan yang menurut kita masuk akal?
Karenanya, tak perlu menunggu mental kuat untuk
melangkah. Karena mental justru akan terasah ketika kita sudah memulai dan
langsung bergelut dengan usaha. Tidak perlu juga menunggu sampai punya percaya
diri (Pede). Karena Pede pun terbentuk dengan terjun langsung di bisnis tadi.
Ada seorang sahabat sangat ingin membuka bisnis apotik.
Sudah dengan perhitungan modal untung rugi yang matang, tanya kana-kiri pada
ahli, dan sudah melihat-lihat lokasi, tapi ia tidak juga memulai. Itu ia
lakukan setahun lalu. Sekarang, apa yang terjadi? Masih tidak ada perubahan.
Karena ia tidak juga memulai usahanya dengan berbagai alasan. Excuse.
Akibatnya, tempat-tempat yang ia incar dulu untuk lokasi apotik, sekarang sudah
diisi oleh apotik orang lain. Orang yang berani bertindak.
Seperti orang yang ingin pergi ke Bandung, sahabat
saya itu tak pernah sampai Bandung karena tidak ada langkah pertama. Ia sibuk
berecana, mencari peta, belajar mendalami Kota Bandung. Selama ia tidak mulai
melangkah, tentunya tak akan mungkin ia sampai ke kota tujuan.
Namun, bagi yang berani memulai perjalanan, meski
tidak tahu jalan sama sekali, ia akan tetap sampai. Dalam perjalanannya, memang
bisa saja ada berbagai kendala dan hambatan. Tapi dengan tetap konsisten
berjalan dan jelasnya tujuan, ia pasti akan sampai. Bahkan ia bisa menemukan
jalan pintas. Jadi, mulailah segalanya dari yang kecil, fokus dan tetap pada
impian kita.
Motivasi Diri
Agar perjalanan kita bisa sampai ke tujuan yang kita
impikan, ada beberapa tahapan yang sering digunakan sebagai dasar pemikiran dan
kegiatan Komunitas Tangan di Atas (TDA):
Pertama, pray (berdoa). Sebelum memulai aktivitas
apapun, menghadaplah pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya, Sang Maha
Menentukan. Tundukan hati dan mintalah petunjuk-Nya, agar pilihan-pilihan yang
kita ambil makin mendekatkan pada mimpi kita dengan jalan yang baik. Karena
jalan Tuhan adalah jalan kebaikan.
Sering kali kita lupa. Kita menghadap Allah, hanya
di saat susah atau “mentok” saja. Tidak salah memang, karena Allah pasti
menerima kita dalam kondisi apapun. Namun, alangkah indahnya bila saat kita
memulai perjalanan ditemani oleh Sang Maha Kasih, yang akan akan Menjaga dan
Memberikan hasil terbaik untuk kita. Allah pasti tak akan membiarkan hamba-Nya
yang sungguh-sungguh berikhtiar tanpa balasan berlimpah. Berdoalah, pasti akan
Allah kabulkan.
Kedua, reason (alasan yang kuat). Miliki alasan yang
kuat, mengapa kita harus berhasil dalam bisnis. Alasan yang bersifat personal.
Bisa dengan menciptakan “surga” dan “neraka”. Maksudnya, surga: mencari alasan
terkuat yang bisa membuat bahagia diri kita, ibu, bapak, saudara atau orang
yang kita cintai.
Misalnya, kita ingin memberangkatkan orangtua kita
beribadah haji. Bayangkan dan rasakan kebahagiaan wajah ibunda dan ayahanda
yang bisa berangkat ke tanah suci berkat hasil kerja keras kita. Bayangkan rasa
bangga mereka melihat keberhasilan bisnis kita, yang bisa mengantarkan mereka
menunaikan kewajiban sebagai muslim itu.
Atau banyak alasan lainnya untuk menciptakan
“surga”. Seperti yang keinginan menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang,
seperti yang diinginkan Ria di atas. Bayangkan itu sudah terjadi, dan rasakan
kebahagiaan karyawan kita ketika bekerja dan menerima penghasilan dari lapangan
kerja ciptaan kita. Semua itu tentu akan menjadi alasan kuat yang akan
mendorong kita untuk bekerja dengan segenap tenaga dan konsisten mencapai yang
kita inginkan.
”Neraka”, yaitu dengan membuat alasan terkuat -yang
juga bersifat personal-, yang bila kita tidak berhasil, maka diri kita sendiri
atau orang yang kita cintai akan menderita.
Beberapa waktu lalu, ketika saya berkunjung ke rumah
sakit, ada sebuah keluarga yang sedang berkumpul, merundingkan apakah ayah
mereka yang sedang sakit berat akan tetap masuk ruang ICU dengan biaya mahal,
atau dibawa pulang saja dengan resiko fatal, karena ketiadaan biaya.
Tentu kita tak ingin hal itu terjadi pada keluarga
kita. Kita pasti ingin memberi perawatan terbaik untuk orang yang kita cintai.
Keadaan sulit bagaikan neraka seperti itu, bisa menjadi alasan sangat kuat
mengapa kita harus berhasil.
Jadi, cobalah mencari tahu: What is your self emosional
burning desire to make you consistance in action? Apa landasan emosional diri
Anda yang akan membangun keinginan untuk membuat Anda konsisten melakukan
sesuatu. Dengan alasan yang bersifat personal dengan melibatkan emosi diri,
kita akan lebih bersungguh-sungguh, ketimbang alasan yang bukan dari dalam
diri.
Ketiga, belief (sikap mental). Keyakinan yang
tertanam dalam diri kita, akan menentukan pola pikir dan membentuk karakter
diri dalam merespons setiap hal yang terjadi.
Belief sudah tertanam dalam diri kita sedari kecil.
Keyakinan yang keliru, yang bisa saja sudah melekat dalam diri kita, akan
menghambat kemampuan kita yang sebenarnya luar biasa. Contoh, ada orangtua
lebih bangga anaknya setelah lulus kuliah, mendapat pekerjaan di perusahaan
besar. Atau menjadi pegawai negeri ketimbang menjadi wiraswasta.
Belief seperti ini, akan membuat pola pikir kita
mengarahkan kita untuk mengesankan, bahwa wiraswasta bukan hal yang bisa
menjadi jalan kesuksesan kita. Menjadi pengusaha, digambarkan bagai sesuatu yang
sulit. Banyak resiko. Bidang itu hanya spesial untuk orang yang punya darah
pengusaha. Dan berbagai keyakinan lain yang sebenarnya masih perlu dibuktikan
kebenarannya.
Belief seperti ini bisa gantikan dengan keyakinan
yang baru. Caranya, dengan membuka lagi wawasan kita dengan bergaul bersama
orang sukses. Atau lakukan ATM (Amati, Tiru, lalu Modifikasi) jejak rekam
kesuksesan para pengusaha. Nantinya, belief yang menghambat di atas, akan
tergantikan dengan belief yang membangun.
Disamping itu, kita perlu mereset ulang keyakinan,
dan kembali meyakini bahwa kita bisa sukses. Memang, ada kemungkinan kita untuk
gagal. Tapi mengapa kita tidak berfokus pada kemungkinan kita akan berhasil?
Thought become thing. Apa yang Anda pikirkan akan
menjadi kenyataan. Apa yang Anda yakini: Anda bisa atau Anda tidak bisa, adalah
benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar