Jangan Kambinghitamkan Anak Bandel
Dia Hidayati Usman MA
Dosen STAI Shalahuddin al-Ayyubi Jakarta
Banyak buku ditulis tentang cara mendidik anak. Tapi
tulisan mengenai kesalahan mendidiknya jarang kita temukan. Kalaupun ada,
jumlahnya hanya sedikit. Sehingga tak heran jika banyak orangtua sangat mudah
langsung menyalahkan/mengkambinghitamkan anak ketika melihat si anak sedikit
bandel.
Saat Umar ibn Khaththab RA mejadi khalifah, pernah
datang seorang ayah melaporkan perbuatan anaknya yang dianggap tidak baik. Umar
tak lantas membenarkan laporan tersebut. Ia minta didatangkan anak yang
diadukan itu. Dan dari laporan anak, Umar tahu, ada kesalahan si ayah dalam
mendidik. Di antaranya, terlalu kasar dan kurang peduli (cuek).
Karena itu, ada baiknya kita perhatikan beberapa
kesalahan berikut ini yang umumnya terjadi dalam mendidik anak:
Pertama, berlebihan memenuhi keinginan anak. Tidak
sedikit orangtua yang mengira bahwa mewujudkan semua keinginan anak adalah hal
terbaik. Padahal sebaliknya. Pada usia tahun pertama, si kecil mungkin masih
belum mengerti. Tapi menginjak tahun kedua, ia akan mulai paham dan banyak meminta.
Di masa itulah orangtua dapat membiasakan anak untuk memahami batasan hidup,
tentang pemborosan, hak orang lain, hingga soal keharusan bersedekah.
Kedua, perfeksionis. Kesalahan terbesar bagi
orangtua adalah menuntut anak agar selalu tampil sempurna. Di sekolah ia harus
ranking pertama. Tak boleh gagal sama sekali. Anak dipaksa bekerja keras
mewujudkannya.
Memang, siapapun pasti ingin anaknya sempurna dan
terbaik. Tapi ketika anak tak mampu menggapai harapan, maka ia akan merasa
lemah, jiwanya pun akan ditunggangi rasa kekurangan. Sebaiknya, orangtua cukup
memberi motivasi dan menumbuhkan jiwa optimis anak agar ia sukses dan sempurna
menyikapi segala hal yang dihadapinya.
Ketiga, over doktrin. Maksudnya, berlebihan dalam
memberi perhatian kepada anak, sampai pada tingkat mengekang kebebasan
bergeraknya. Contoh, ketika si kecil sedang asik bermain dengan mainan yang
kesenangannya, tiba-tiba ibu memanggil dan memaksanya untuk mandi, atau
melakukan hal lain.
Anak biasanya akan meronta dan menangis. Ia akan
merasa telah terampas dan kehilangan saat yang paling menyenangkan. Jika
ketidakbebasan itu sering ia rasakan, niscaya jiwa kemandiriannya akan rapuh.
Ia akan terus bergantung pada orangtua dalam setiap tantangan dan kesempatan
yang dihadapi. Ia tak akan pernah bisa membuat keputusan sendiri.
Keempat, over punishment. Orangtua cenderung mudah
memberi hukuman yang tidak sesuai dengan tingkat kesalahan anak. Ketika sebuah
kesalahan lahir karena ketidakmatangan anak secara akal, maka sangat tak pantas
orangtua menghukumnya.
Anak seperti itu, cukup diperingati dan diarahkan.
Berbeda dengan anak yang sudah matang akal dan fisik, tapi sering mengulang
kesalahan. Ia patut diberi hukuman ringan dan bertahap, sampai pribadinya
membaik dan menyadari kesalahannya.
Kelima, lalai. Banyak orangtua tidak menyempatkan
diri untuk bermain bersama anak. Padahal, anak sangat butuh kehangatan bermain
bersama orangtuanya. Dengan aktivitas ini, jiwa anak akan tenang dan bahagia,
karena banyak hal yang bisa ditanyakan dan dibagi saat bermain bersama.
Dengan bermain bersama, orangtua juga akan tahu
perkembangan jiwa dan fisik anak secara langsung. Hingga kemudian orangtua akan
mudah membelikan mainan yang cocok dan disenangi anaknya.
Keenam, membeda-bedakan perlakuan antaranak. Kecenderungan
ini memang agak sulit untuk dihindari, karena kadang terjadi akibat perbedaan
usia dan tuntutan anak. Namun bagaimanapun juga, orangtua harus bijak
menyikapinya, agar tak timbul rasa iri dan permusuhan di antara anak. Patut
diingat, wilayah ini sangat sensitif, dan menuntut kehati-hatian orangtua
melakoninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar